The Unkown Place : Batu Raja


                  Indonesia, negara multikultural yang setiap petaknya terdapat perbedaan. Sebagai anak dari orang tua multikultural, saya memiliki kesempatan melihat corak-ragam dari Indonesia lebih luas. Ayah saya berasal dari Sumatra Barat, tepatnya Desa Katapiang, Kabupaten Padang Pariaman dan Ibu saya hasil dari pernikahan Suku Sunda (kakek) dan Suku Komering (nenek). Menurut Wikipedia, Suku Komering adalah satu klan dari Suku Lampung yang berasal dari Kepaksian Sekala Brak yang telah lama bermigrasi ke dataran Sumatra Selatan pada sekitar abad ke-7 dan telah menjadi beberapa Kebuayan atau Marga. Disini, saya akan membahas tentang tempat saksi dimana nenek saya dan keluarganya tumbuh.

                Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kecamatan Batu Raja Timur. Tempat yang jarang diketahui oleh orang awam. Butuh waktu sekitar 3-5 jam dari Kota Palembang untuk  sampai ke Batu Raja, tidak ada akses seperti jalan tol atau kereta api untuk mempersingkat waktu perjalanan. Pemandangan rimba Sumatra terlihat sepanjang perjalanan, tidak heran bila ditengah perjalanan melihat biawak besar atau babi hutan melintas atau monyet-monyet bergelantungan di pepohonan.

                Setelah sampai di Kabupaten Batu Raja, khususnya Desa Tubuhan dimana Nenek saya berasal, kita akan melihat indahnya pemandangan Sungai Ogan dan jejeran rumah panggung. Sungai Ogan adalah sumber air sekaligus kehidupan masyarakat Desa Tubuhan, tempat mereka mandi, mencuci baju, dan memancing. Waktu siang menuju sore, anak-anak mulai memenuhi sungai untuk berenang ataupun mandi. Konon, novel serial anak-anak mamak, Tere Liye, berlatar di sini. 




    Sungai ini tidak jauh dari deretan rumah panggung yang masih berdiri hingga sekarang. Kata nenek, dulu, saat pembukaan lahan untuk kepentingan bisnis belum marak, masih ada harimau berkeliaran di sekitar Desa. Oleh karena itu, rumah di Desa tubuhan masih berbentuk rumah panggung. Saat masih kecil, di rumah ini masih belum ada kamar mandi khusus mandi, hanya ada sumur dan toilet. Sekarang, banyak rumah yang sudah punya kamar mandi walaupun terpisah dari bangunan utama.

                             Masyarakat di desa ini juga sangat ramah, rasa kekeluargaan masih terasa, setiap                          kedatangan kelarga besar kami, selalu disambut dengan sangat baik. Sayangnya, beberapa                     orang tidak terlalu lancar untuk menggunakan bahasa pemersatu, bahasa Indonesia, agak                         sulit untuk saya berkomunikasi dengan beberapa sanak saudara.


                                

                              Keindahan desa ini ditambah lagi dengan adanya Gua Putri yang menyimpan mitos                     dan cerita di dalamnya, yang letaknya tak jauh dari desa.   Sekitar gua ini terdapat pohon                         besar yang konon katanya sudah berumur ratusan atau mungkin ribuan tahun.   

 



                               Dengan melihat keindahan di dalam rimba sumatra ini, membuat saya bangga                             dengan begitu kayanya negri ini, dari alam, ekosistem, dan masyarakat di dalamnya.                             Sayangnya, karena pembangunan kurang merata, di desa ini teknologi tidak bisa dipakai                         secara maksimal karena keterbatasan sinyal. Selain itu, beberapa oknum yang mementingkan                   kepentingan bisnis dan tidak bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan yang merusak                 ekosistem dan keindahan dalam rimba sumatra.

Komentar

Postingan Populer